(Foto ilustrasi ist). |
KarawangNews.com - Jabatan Kepala Desa, pemimpin desa yang dipilih oleh rakyat secara langsung.
Pejabat pemerintah desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desa dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Kepala Desa yang memenangkan Pilkades ditentukan masa jabatannya selama 6 tahun merujuk pada UU Desa Tahun 2014. Perubahan revisi UU Desa Tahun 2023 mengubah masa jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun setelah penetapan pemenang pilkades selanjutnya.
Kepala Desa yang bertindak arogan karena kekuasaan dan merugikan masyarakat, bisa dilaporkan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk diusulkan diberhentikan.
Menurut Lembaga Independen Pemantau Demokrasi Pelita Sayap Putih (PDPSP) mengatakan,
" Kepala Desa sebagai pejabat pemerintahan di desa harus bisa melindungi dan mengayomi masyarakat, merangkul bukan memukul, apalagi mengganggu ketentraman umum di masyarakat, dikarenakan merasa menjadi kuasa tunggal, bahkan jadi penebar ancaman kepada warganya, bila itu terjadi. Maka, masyarakat bisa mengusulkan kepada BPD agar Kepala Desa tersebut diberhentikan," ungkapnya pada awak media, Rabu (2/8/2023).
Lebih lanjut menjelaskan, Kewajiban dan Larangan bagi Kepala Desa di atur didalam undang-undang Desa
Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) huruf c, d, dan m Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Didalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berkewajiban,
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa,
menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan dan
membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa.
Pemantau Demokrasi Pelita Sayap Putih (PDPSP) mendorong, masyarakat bisa melaporkan ke BPD untuk mengusulkan pemberhentian Kepala Desa, apabila bertindak sewenang-wenang didalam tugasnya. Berikut larangannya merujuk dari pada Pasal 29 UU Desa, tentang kepala desa,
" Kepala Desa bila bertindak merugikan kepentingan umum, membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan atau golongan tertentu.
Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan atau kewajibannya.
melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan atau golongan masyarakat tertentu.
Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa,
melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya,
menjadi pengurus partai politik,
menjadi anggota dan atau pengurus organisasi terlarang," terangnya.
Selain itu, kepala desa didalam tugasnya merangkap jabatan sebagai ketua atau anggota BPD, anggota Dewan DPRI, anggota DPRD Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan.
Kemudian Kepala Desa Ikut serta dan terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
" Tindakan seperti itu merupakan melanggar sumpah janji jabatan. Serta meninggalkan tugas selama 30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Selanjutnya, langkah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bisa melaporkan tindakan kepala desa tersebut kepada bupati atau walikota melalui camat.
Laporan BPD memuat materi kasus yang dialami oleh kepala desa yang bersangkutan dan kemudian bupati atau walikota melakukan kajian untuk proses selanjutnya atas laporan tersebut.
Lebih lanjut, pengesahan pemberhentian Kepala Desa ditetapkan dengan keputusan bupati atau walikota yang disampaikan kepada Kepala Desa yang bersangkutan dan para pejabat terkait pada tingkat provinsi dan kabupaten atau kota.
Selanjutnya Lembaga PDPSP menerangkan, dalam tugasnya BPD juga memiliki Kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian Kepala Desa yang lalai dan tidak membuat laporan kinerja pemerintahan di desanya.
Pemberhentian Kepala Desa dapat terjadi bila terlambat dan tidak menyampaikan LPPDES, LKPPDES, IPPDES, LPRP-APBDES, LKPRP-APBDES, dan IPRP-APBDES baik kepada Bupati, kepada BPD, maupun kepada Masyarakat.
Dasar hukum dari pemberhentian kepala desa, diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014. Pasal 26 ayat (4), Pasal 27 dan Pasal 28.
IPPDES dan IPRP-APBDES itu disampaikan oleh Kepala Desa kepada Masyarakat.
IPPDes itu tentang pelaksanaan RKPDes secara terperinci, sedangkan IPRP-APBDes itu tentang realisasi Perkades Penjabaran APBDes secara terperinci pula.
" Apabila Kepala Desa tidak menyampaikan informasi laporan sebagaimana peraturan di atas, masyarakat bisa melakukan gugatan administrasi maupun hukum sebagaimana aturan perundang-undangan baik kepada Kepala Desa, BPD, maupun kepada Camat dan Bupati,"tandasnya.
Usulan Kades terkait pemberhentian oleh BPD diatur dalam Permendagri nomor 46 tahun 2016, pasal 3, ayat (1) yang berbunyi.
“Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Akhir Tahun Anggaran disampaikan oleh kepala desa kepada bupati atau walikota melalui camat secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.”
Kemudian dalam Permendagri nomor 66 tahun 2017, pasal 8, ayat (2), menjelaskan bahwa kepala desa bisa diberhentikan apabila sebagaimana diatur pada huruf f yang berbunyi,
“tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala Desa;”
Dua ayat tersebut bila dimaknai secara integral maka dapat disarikan salah satunya sebagai berikut,
Bahwa apabila LPPDes dan LPRP APBDes sampai dengan batas waktu yang ditentukan tidak atau belum diajukan pembahasan oleh kades kepada BPD dan atau dilaporkan kepada Bupati, maka BPD bisa langsung mengusulkan pemberhentian Kades kepada Bupati melalui Camat, tidak perlu Surat Peringatan. Demikian juga Bupati bisa memberhentikan kades tanpa tahap Surat Peringatan juga.
Kemudian didalam penjelasan ayat (2) Pasal 40 diterangkan bahwa Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1), dikarenakan,
" Berakhir masa jabatannya. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa atau telah melanggar larangan sebagai Kepala Desa," tandasnya. (sky)