KarawangNews.com, KARAWANG - Ditengah pandemi covid yang nampaknya belum jua berakhir dan hampir 2 tahun pembelajaran siswa dilakukan secara daring. Dengan dalih Dana Sumbangan Pendidikan (DSP), SMKN Negeri 1 Rengasdengklok masih tega membebankan biaya uang bangunan kepada para orangtua murid.
Pengakuan wali murid yang enggan disebutkan namanya, anaknya kini menempuh kelas XI di sekolah tersebut. Karena keterbatasan, dimana dirinya hanya seorang buruh harian lepas, belum lama ini saat menjelang pembagian raport semester. Ia mengatakan anaknya kembali ditanyakan uang bangunan yang tertunggak sejak tahun 2020.
"Tahun kemarin sempat dicicil, sekarang baru bayar kembali 300 ribu, dari katanya kesepakatan dengan komite sebesar 1,5 juta," ungkapnya.
Dikonfirmasi perihal tersebut, anggota komite sekolah, Urin berdalih, memang ada kesepakatan antara pihak orangtua murid dengan komite sekolah pada saat rapat tahun sebelumnya. Namun, ia menegaskan hal tersebut merupakan sumbangan untuk kebutuhan pembangunan sekolah, jadi kembali pada kerelaan orangtua murid masing-masing.
"Karena sebab sumbangan, jadi tidak ada unsur pemaksaan. Itu mah murni kesepakatan orangtua murid lah," kata Urin, pada Kamis (06/01/2021).
Ditempat yang sama, Kepsek SMKN 1 Rengasdengklok Dedi Junaedi, saat diwawancarai awak media menjelaskan terkait Dana Sumbangan dari orangtua murid tersebut diatur dalam Permendikbud No 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, juga PP No 48 tahun 2008.
"Sebetulnya, PP 48 tahun 2008. Tentang pembiayaan pendidikan, itu belum dicabut. Berhubung ada kebijakan politik dari kepala daerah, baik di Kabupaten ataupun Provinsi. Sudah aja katanya, sekarang mah digratiskan. Ga boleh ada SPP, Ga boleh ada DSP. Yang dibolehkan hanya sumbangan, dasarnya Permendikbud No 75 tahun 2016 tentang komite sekolah," ujar Dedi.
Lebih lanjut, ia memaparkan peraturan tersebut disebutkan, komite sekolah menggali dana pendidikan, bisa dengan meminta sumbangan ke orangtua murid. Pada saat rapat pun dengan orangtua murid, dirinya menegaskan yang berbicara adalah komite sekolah. Termasuk di dalamnya ada tim saber pungli dan pengawas, kepala sekolah di pertemuan tersebut hanya sekedar memaparkan program.
"Bahwa sekolah sering banjir butuh saluran, butuh pengarugan tempat parkir di belakang, kalo disebutnya SPP mah ngga boleh. Tapi kalo sumbangan mah, ya boleh. Ya itu, dikelolanya oleh komite," tandasnya.
Terkait kwitansi soal tunggakan DSP yang beredar di kalangan awak media, Dedi menjelaskan, hal tersebut hanyalah masalah administrasi.
"Itu mah harusnya sumbangan, bukan tunggakan. Kemarin juga sudah disampaikan ke TU, bahasanya sumbangan, bukan tunggakan. Kalo tunggakan mah, seolah-olah hutang. Jadi harusnya penulisan (kwitansi, red) itu, ngasih berapa aja tulisnya sumbangan. Salah redaksi aja kemarin," elaknya.
Terkait dana sumbangan pendidikan, bilamana ada orangtua yang keberatan karena terkendala ekonomi, apalagi disaat kondisi pandemi covid seperti saat ini. Pihak sekolah menyarankan agar membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Desa untuk selanjutnya dilaporkan ke komite sekolah.
"SKTM dari desa aja paling, sebagai bukti laporan nanti untuk ke komite," kata Dedi.
Diketahui, Sekolah penerima bantuan operasional sekolah (BOS) dan sekolah negeri dilarang memungut biaya kepada para calon peserta didik baru. Pungutan berupa uang seragam, uang gedung, maupun biaya lainnya yang dikaitkan dengan penerimaan peserta didik baru termasuk kategori pungutan liar.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pasal 27 Ayat 1 menyebutkan, pelaksanaan PPDB pada sekolah yang menerima biaya operasional, sekolah tidak boleh memungut biaya.
Pasal 21 Ayat 2 menyebutkan, (a) sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah tidak boleh melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB ataupun perpindahan peserta didik.
Kemudian, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Pasal 10 ayat 2, mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah. Penggalangan dana tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan azas gotong royong.
Dalam Permendikbud tersebut, Komite Sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa Sumbangan Pendidikan, Bantuan Pendidikan, dan bukan Pungutan.
Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ditegaskan bahwa sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan.
Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orangtua siswa. Sebab, sumbangan pendidikan diberikan secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah 'dana sumbangan pendidikan', namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua/walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan. [yoz]