KARAWANG, KarawangNews.com - Nelayan penghasil garam Karawang, Jawa Barat meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan impor garam, sebab nelayan penghasil garam masih sanggup memproduksi garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, bahkan stok garam masih menumpuk di berbagai daerah produsen garam di Indonesia termasuk di Karawang, yaitu di tiga kecamatan penghasil garam, Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon dan Kecamatan Tempuran.
Dijelaskan Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Karawang, dr. Atta Subagja Dinata, Senin (5/4/2021) siang, nelayan garam di Karawang masih menyimpan stok garam sejak tahun 2019 lalu, mereka tidak menjualnya akibat harga yang terlalu murah dan dianggapnya tidak mencukupi biaya produksi.
Padahal, garam yang diproduksi petani Karawang kualitasnya lebih bagus, proses pengolahannya hingga mencapai 7 hari, bahkan dalam proses produksinya garam dicuci hingga bersih sebelum dikemas, tetapi justru harga jualnya sangat rendah.
Berbeda dengan garam hasil produsen nelayan Indramayu, pembuatan garamnya singkat hanya 3 hari, proses pengolahannya tidak selama yang dilakukan petani garam Karawang, tetapi justru lebih laku dibanding garam Karawang.
Hal ini menjadi salah satu penyebab garam Karawang terbilang lebih mahal dibanding garam Indramayu, meski petani garam Karawang sudah berupaya menekan harga produksi, tetapi nilai jualnya tidak mampu menutupi biaya produksi.
"Di Desa Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan ada 4 ribu ton garam yang masih disimpan di gudang rakyat, juga ada di Desa Ciparagejaya, itu desa-desa sebagai penghasil garam rakyat," kata Atta Subagja.
Hasil tanya jawab dr. Atta dengan nelayan garam Karawang yang terhimpun dalam wadah organisasi Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), para nelayan garam memaparkan, garam Karawang lebih mahal dibanding garam Indramayu, sebab di Indramayu anggota koperasinya di angka 3.500 orang, sedangkan koperasi garam Karawang tercatat kurang dari 200 orang.
"Artinya, produsennya banyak, sehingga berlakulah sistem ekonomi, jika ketersediaan banyak dibanding pemohon maka harganya turun, kalau di Karawang produsen garam hanya 200 orang yang terdaftar di koperasi nelayan garam," jelasnya.
Dengan kondisi ini, dia meminta agar Pemkab Karawang menekan pabrik-pabrik yang menggunakan bahan baku garam sebagai olahan produksinya untuk menggunakan garam asli Karawang, termasuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Karawang yang juga menggunakan garam sebagai bahan baku olahan produksi air bersih.
"PDAM yang merupakan badan usaha milik daerah tidak menggunakan garam Karawang sebagai bahan produksinya, ini sangat ironis, ini sangat memprihatinkan, sebab PDAM tidak menggunakan garam lokal, maka harus ada upaya dari pemerintah daerah agar PDAM menggunakan garam dari petani Karawang, sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap nelayan lokal," ungkapnya.
Kata dr. Atta, bersamaan dengan Hari Nelayan Nasional 6 April 2021, dia berharap ini menjadi momentum bentuk perhatian bersama, terutama terkait isu pemerintah akan melakukan impor garam. Seharusnya, pemerintah lebih memberdayakan nelayan garam yang ada. [spn]