KARAWANG, Progresif.id - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang, Jawa Barat, Drs. Wawan Setiawan menyatakan, hasil pengamatan langsung sementara, air warna hitam yang mengotori Sungai Citarum disebabkan endapan kotoran pada sedimentasi sungai yang naik ke permukaan.
"Ketika dicium baunya bukan bau kimia dari limbah industri, tapi sedimentasi limbah rumahan," kata Wawan, Kamis (6/8/2020).
Dia menjelaskan, di bendungan Walahar sudah sebulan ini sedang ada pengerukan sedimentasi. Hasil foto dari udara menggunakan drone, sedimentasi itu terlihat menggunung di tengah sungai.
Dijelaskannya, meski air hitam itu dinyatakan tim ahli berasal dari sedimentasi, tetapi pihaknya tetap melakukan pengecekan ke saluran-saluran pembuang limbah pabrik di sepanjang Sungai Citarum.
"Hasil pengecekan langsung, pembuangan limbah pabrik tidak ditemukan limbah berbahaya, tapi jika hasilnya ada limbah, maka kita sikat," tandasnya.
Dia menyebutkan, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, jika ada pelanggar pencemaran lingkungan, kewenangan DLHK ada empat tahapan, pertama teguran tertulis, kemudian paksaan pemerintah, lalu pembekuan izin, selanjutnya pencabutan izin.
"Jeda setiap tahapan dilakukan selama seminggu, sebelum pencabutan kita lakukan pembekuan izin. Jika sudah dicabut izinnya maka pabrik itu mulai dari nol lagi urus administrasi perizinan," jelasnya. [spn]
"Ketika dicium baunya bukan bau kimia dari limbah industri, tapi sedimentasi limbah rumahan," kata Wawan, Kamis (6/8/2020).
Dia menjelaskan, di bendungan Walahar sudah sebulan ini sedang ada pengerukan sedimentasi. Hasil foto dari udara menggunakan drone, sedimentasi itu terlihat menggunung di tengah sungai.
Dijelaskannya, meski air hitam itu dinyatakan tim ahli berasal dari sedimentasi, tetapi pihaknya tetap melakukan pengecekan ke saluran-saluran pembuang limbah pabrik di sepanjang Sungai Citarum.
"Hasil pengecekan langsung, pembuangan limbah pabrik tidak ditemukan limbah berbahaya, tapi jika hasilnya ada limbah, maka kita sikat," tandasnya.
Dia menyebutkan, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, jika ada pelanggar pencemaran lingkungan, kewenangan DLHK ada empat tahapan, pertama teguran tertulis, kemudian paksaan pemerintah, lalu pembekuan izin, selanjutnya pencabutan izin.
"Jeda setiap tahapan dilakukan selama seminggu, sebelum pencabutan kita lakukan pembekuan izin. Jika sudah dicabut izinnya maka pabrik itu mulai dari nol lagi urus administrasi perizinan," jelasnya. [spn]