Menteri BUMN RI, Erick Thohir. |
OPINI
Oleh: Erizeli Jely Bandaro (alfaqirilmi@yahoo.com)
Kamis, 24 Oktober 2019
Bukan rahasia umum bila tangan politisi itu menjangkau BUMN dan karena itu direksi BUMN kadang direpotkan melayani mereka. Budaya kerja ini harus tidak ada lagi. Seharusnya mulailah, semua komisaris BUMN jangan ada lagi orang partai atau terhubung dengan partai.
Mereka harus orang profesional yang mendapat mandat dari pemerintah mewakili pemegang saham. Di periode pertama, hal ini tidak dilakukan oleh Meneg BUMN. Akibatnya, bukannya membantu BUMN tapi malah merepotkan BUMN dari segi operasional maupun polecy, yang kadang membuat direksi BUMN tidak sepenuhnya bekerja secara profesional.
Total asset BUMN itu mencapai lebih dari Rp. 8000 triliun. Itu sama dengan 80% PDB kita. Jadi sangat riskan dibancaki. BUMN harus jadi pelopor menerapkan sistem good governance risk management compliance yang berbasis IT.
Dengan demikian walau kementrian BUMN bukan sebagai holding company namun dalam operasional nya sudah seharusnya menerapkan cara kerja holding company, dimana sistem pengawasan etik dan moral dapat diawasi melalui sistem online.
Melalui sistem good governance risk management compliance, pelanggaran SOP sedini mungkin dapat diketahui dan diantisipasi. Dan ini sangat membantu KPK dalam melaksanakan fungsi pencegahan korupsi.
Perkuat sinergi dan kolaborasi antar BUMN. Contoh, tidak seharusnya semua Bank BUMN punya ATM sendiri. Itu infrastrukturnya mahal sekali. Akan lebih efisien bila pengelola ATM itu diserahkan kepada anak perusahaan.
Sehingga, masing masing BUMN perbankan tidak perlu lagi membangun dan membiayai infrastruktur IT ATM. Focus kepada layanan perbakan sebagai lending agent. Masing masing BUMN Karya sebaiknya dilebur jadi satu.
Jadi, engga perlu masing masing bersaing. Selanjutnya anak perusahaan diperbanyak guna membangun industri material building yang sangat diperlukan dalam pembanguan infrastruktur dan perumahan. Itu akan berdampak mengurangi ketergantungan impor. Masih banyak conton lain. Silahkan kembangkan sendiri.
Lembaga Keuangan non Bank milik BUMN seperti SMI harus di focuskan menjadi boutique investment. Sehingga tidak lagi bergantung kepada pembiayaan dari dalam negeri, tetapi lebih focus kepada sumber pembiayaan dari luar negeri lewat skema boutique investment. Potensi nya sangat besar, karena indonesia merupakan negara yang kapasitas infrastruktur nya masih rendah dan peluang untuk itu masih terbuka lebar.
Ini akan menarik banyak investor institusi untuk terlibat sebagai investor. Ini penting karena masalah besar BUMN dimasa akan datang adalah krisis likuiditas akibat rasio berhutang sudah diatas ambang batas.
BUMN Fund melalui PT Bandha Investasi yang bertujuan untuk pembiayaan infrastruktur, harus diperluas sinegerinya dengan sovereign wealth fund (SWF), seperti The Abu Dhabi Investment Authority, China sovereign wealth fund, seperti CIC dan CITIC dan lainnya, US international development finance corporation (IDFC) dan lain lain.
Karenanya Meneg BUMN harus leading sebagai Fund Manager BUMN untuk melakukan loby dengan financial resource dan melakukan negosiasi yang sophisticated untuk skema pembiayaan yang aman dan saling menguntungkan.
Mengapa? Sumber dana asing dalam perekonomian indonesia sangat kecil. Data dari UNCTAD membuktikan bahwa penanaman modal langsung oleh asing (direct foreign investment) hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital formation/GFCF) Indonesia.
Dibandingkan dengan malaysia, philipina, masih jauh lebih rendah. BUMN harus lebih hebat dari Swasta mendapatkan financial resource. Jangan hanya ngandalkan pembiayaan dalam negeri dan itu konyolnya lagi dari bank pelat merah. Terapkan financial engineering dengan berbagai skema dan instument dan lain sebagainya.
Masak kalah dengan konglomerat semacam Martua Sitorus. Yang bisa dapatkan dana USD 10 miliar untuk akuisisi tambang emas.
Itu aja usul saya, karena hal tersebut diatas, sangat menentukan efisiensi BUMN dan dampaknya sangat efektif meningkatkan kepercayaan, dan sekaligus membuka kanal sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan fungsi BUMN sebagai agent of development.
Anda pengusaha, tidak butuh 100 hari untuk belajar memimpin. Kalau 100 hari tidak nampak perubahan, jangan salahkan kalau Jokowi terpaksa pecat anda. Semoga anda bisa lebih baik dari ibu Rini dan pastikan jangan salah gaul. Selamat bekerja!
Kamis, 24 Oktober 2019
Bukan rahasia umum bila tangan politisi itu menjangkau BUMN dan karena itu direksi BUMN kadang direpotkan melayani mereka. Budaya kerja ini harus tidak ada lagi. Seharusnya mulailah, semua komisaris BUMN jangan ada lagi orang partai atau terhubung dengan partai.
Mereka harus orang profesional yang mendapat mandat dari pemerintah mewakili pemegang saham. Di periode pertama, hal ini tidak dilakukan oleh Meneg BUMN. Akibatnya, bukannya membantu BUMN tapi malah merepotkan BUMN dari segi operasional maupun polecy, yang kadang membuat direksi BUMN tidak sepenuhnya bekerja secara profesional.
Total asset BUMN itu mencapai lebih dari Rp. 8000 triliun. Itu sama dengan 80% PDB kita. Jadi sangat riskan dibancaki. BUMN harus jadi pelopor menerapkan sistem good governance risk management compliance yang berbasis IT.
Dengan demikian walau kementrian BUMN bukan sebagai holding company namun dalam operasional nya sudah seharusnya menerapkan cara kerja holding company, dimana sistem pengawasan etik dan moral dapat diawasi melalui sistem online.
Melalui sistem good governance risk management compliance, pelanggaran SOP sedini mungkin dapat diketahui dan diantisipasi. Dan ini sangat membantu KPK dalam melaksanakan fungsi pencegahan korupsi.
Perkuat sinergi dan kolaborasi antar BUMN. Contoh, tidak seharusnya semua Bank BUMN punya ATM sendiri. Itu infrastrukturnya mahal sekali. Akan lebih efisien bila pengelola ATM itu diserahkan kepada anak perusahaan.
Sehingga, masing masing BUMN perbankan tidak perlu lagi membangun dan membiayai infrastruktur IT ATM. Focus kepada layanan perbakan sebagai lending agent. Masing masing BUMN Karya sebaiknya dilebur jadi satu.
Jadi, engga perlu masing masing bersaing. Selanjutnya anak perusahaan diperbanyak guna membangun industri material building yang sangat diperlukan dalam pembanguan infrastruktur dan perumahan. Itu akan berdampak mengurangi ketergantungan impor. Masih banyak conton lain. Silahkan kembangkan sendiri.
Lembaga Keuangan non Bank milik BUMN seperti SMI harus di focuskan menjadi boutique investment. Sehingga tidak lagi bergantung kepada pembiayaan dari dalam negeri, tetapi lebih focus kepada sumber pembiayaan dari luar negeri lewat skema boutique investment. Potensi nya sangat besar, karena indonesia merupakan negara yang kapasitas infrastruktur nya masih rendah dan peluang untuk itu masih terbuka lebar.
Ini akan menarik banyak investor institusi untuk terlibat sebagai investor. Ini penting karena masalah besar BUMN dimasa akan datang adalah krisis likuiditas akibat rasio berhutang sudah diatas ambang batas.
BUMN Fund melalui PT Bandha Investasi yang bertujuan untuk pembiayaan infrastruktur, harus diperluas sinegerinya dengan sovereign wealth fund (SWF), seperti The Abu Dhabi Investment Authority, China sovereign wealth fund, seperti CIC dan CITIC dan lainnya, US international development finance corporation (IDFC) dan lain lain.
Karenanya Meneg BUMN harus leading sebagai Fund Manager BUMN untuk melakukan loby dengan financial resource dan melakukan negosiasi yang sophisticated untuk skema pembiayaan yang aman dan saling menguntungkan.
Mengapa? Sumber dana asing dalam perekonomian indonesia sangat kecil. Data dari UNCTAD membuktikan bahwa penanaman modal langsung oleh asing (direct foreign investment) hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital formation/GFCF) Indonesia.
Dibandingkan dengan malaysia, philipina, masih jauh lebih rendah. BUMN harus lebih hebat dari Swasta mendapatkan financial resource. Jangan hanya ngandalkan pembiayaan dalam negeri dan itu konyolnya lagi dari bank pelat merah. Terapkan financial engineering dengan berbagai skema dan instument dan lain sebagainya.
Masak kalah dengan konglomerat semacam Martua Sitorus. Yang bisa dapatkan dana USD 10 miliar untuk akuisisi tambang emas.
Itu aja usul saya, karena hal tersebut diatas, sangat menentukan efisiensi BUMN dan dampaknya sangat efektif meningkatkan kepercayaan, dan sekaligus membuka kanal sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan fungsi BUMN sebagai agent of development.
Anda pengusaha, tidak butuh 100 hari untuk belajar memimpin. Kalau 100 hari tidak nampak perubahan, jangan salahkan kalau Jokowi terpaksa pecat anda. Semoga anda bisa lebih baik dari ibu Rini dan pastikan jangan salah gaul. Selamat bekerja!