KARAWANG, KarawangNews.com - Dua kubu massa dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bakal saling berhadapan di depan PT. Aichikiki Autoparts Indonesia (AAI) di Jalan Maligi IV Lot M-5, KIIC Karawang Barat pada 21-23 November 2018, ini diketahui dari surat izin unjuk rasa ke Polres Karawang.
Aksi massa ini dilakukan terkait rebutan pengelolaan limbah ekonomis, kendati surat perintah kerja pengelolaan limbah ekonomis PT. AAI sudah sah didapatkan oleh PT. Harapan Baru Sejahtera Plastik (HBSP), nyatanya masih menuai reaksi dari pihak lain.
Untuk menghadapi aksi massa itu, PT. HBSP pun bakal melakukan aksi massa tandingan yang sama, di hari yang sama juga. Pihak PT. HBSP mengaku, harusnya aksi massa ini tidak perlu dilakukan pihak lain, sebab PT. HBSP sudah mempunyai kekuatan hukum untuk mengelola dan melakukan pengangkutan limbah PT. AAI.
"Secara hukum kami yang sudah mendapatkan surat perintah kerja pengangkutan limbah PT. AAI, tapi tetap saja ada pihak lain yang mempermasalahkan. Makanya, kami juga akan melayangkan surat ke Polres Karawang untuk menggelar unjuk rasa tandingan," kata Direktur PT. HBSP, H. Ali Mukaddas, kepada wartawan Minggu (18/11/2018)
Diakui H. Ali, dia sudah menjalani proses hukum selama 7 tahun untuk mendapatkan Surat Perintah Kerja (SPK) pengelolaan limbah PT. AAI, ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Karawang, Nomor Pdt.G/2011 PN. Krw Tanggal 8 Agustus 2012 jo, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 46/PDT/2013/PT.BDG Tanggal 16 April 2013 jo.
Juga Putusan Mahkamah Agung Nomor 628/PK/Pdt/2017 Tanggal 27 November 2017 dan Penandatanganan kembali SPK antara PT. AAI dan PT. HBSP tanggal 17 Oktober 2018. Perselisihan pengelolaan limbah ekonomis PT. AAI memang sudah terjadi lama, hingga akhirnya PT. HBSP kembali mendapatkan SPK pengelolaan limbah setelah menempuh proses hukum yang begitu panjang.
"Sebenarnya kami mengharapkan situasi yang kondusif, tapi, kalau terjadi pengerahan massa, maka kami pun akan menurunkan massa," tandasnya.
Kendati begitu, dia berharap pihak kepolisian bisa melakukan antisipasi aksi massa tersebut, sebab aksi itu hanya akan menimbulkan kerugian korban dari dua belah pihak, juga bakal merugikan iklim investasi di Karawang. (rls/spn)
Aksi massa ini dilakukan terkait rebutan pengelolaan limbah ekonomis, kendati surat perintah kerja pengelolaan limbah ekonomis PT. AAI sudah sah didapatkan oleh PT. Harapan Baru Sejahtera Plastik (HBSP), nyatanya masih menuai reaksi dari pihak lain.
Untuk menghadapi aksi massa itu, PT. HBSP pun bakal melakukan aksi massa tandingan yang sama, di hari yang sama juga. Pihak PT. HBSP mengaku, harusnya aksi massa ini tidak perlu dilakukan pihak lain, sebab PT. HBSP sudah mempunyai kekuatan hukum untuk mengelola dan melakukan pengangkutan limbah PT. AAI.
"Secara hukum kami yang sudah mendapatkan surat perintah kerja pengangkutan limbah PT. AAI, tapi tetap saja ada pihak lain yang mempermasalahkan. Makanya, kami juga akan melayangkan surat ke Polres Karawang untuk menggelar unjuk rasa tandingan," kata Direktur PT. HBSP, H. Ali Mukaddas, kepada wartawan Minggu (18/11/2018)
Diakui H. Ali, dia sudah menjalani proses hukum selama 7 tahun untuk mendapatkan Surat Perintah Kerja (SPK) pengelolaan limbah PT. AAI, ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Karawang, Nomor Pdt.G/2011 PN. Krw Tanggal 8 Agustus 2012 jo, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 46/PDT/2013/PT.BDG Tanggal 16 April 2013 jo.
Juga Putusan Mahkamah Agung Nomor 628/PK/Pdt/2017 Tanggal 27 November 2017 dan Penandatanganan kembali SPK antara PT. AAI dan PT. HBSP tanggal 17 Oktober 2018. Perselisihan pengelolaan limbah ekonomis PT. AAI memang sudah terjadi lama, hingga akhirnya PT. HBSP kembali mendapatkan SPK pengelolaan limbah setelah menempuh proses hukum yang begitu panjang.
"Sebenarnya kami mengharapkan situasi yang kondusif, tapi, kalau terjadi pengerahan massa, maka kami pun akan menurunkan massa," tandasnya.
Kendati begitu, dia berharap pihak kepolisian bisa melakukan antisipasi aksi massa tersebut, sebab aksi itu hanya akan menimbulkan kerugian korban dari dua belah pihak, juga bakal merugikan iklim investasi di Karawang. (rls/spn)