JAKARTA, KarawangNews.com - Pelaksanaan praktik Business Process Outsourcing (BPO) di Indonesia masih sangat perlu dikembangkan. Sebab, pelaksanaan BPO di Indonesia belum sepenuhnya terkelola dengan baik dalam segmentasi yang profesional. Padahal, praktik BPO sendiri jika dikembangkan akan sangat baik dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"Praktik BPO di Indonesia masih kurang dilirik pengusaha, padahal bisa menjadi potensi bisnis yang besar. Seperti halnya di India dan Filipina, pelaksanaan BPO-nya sudah menjadi salah satu penyumbang terbesar negara," kata Pemerhati Ketenagakerjaan, Dani Satria di Jakarta, Selasa (25/4/2017)
Untuk membangun BPO diperlukan sistem dan managemen perusahaan yang mumpuni. Baik itu dalam pengelolaan performance terhadap perusahaan inti, maupun dalam pengelolaan sumberdaya manusianya supaya tidak menyalahi aturan di setiap administrasinya.
Perlu adanya regulasi dari pemerintah yang benar-benar mengawasi praktik BPO, apakah berjalan sesuai dengan aturan ataukah tidak. Salah satu aturan dasar dalam BPO adalah masalah penggajian, karena selama ini masih banyak perusahaan outsourcing yang tidak menaati aturan ini. Praktik potong gaji sehingga gaji yang diterima karyawan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) membuat pelaksanaan BPO ini menjadi tidak sehat.
"BPO yang sehat sangat perlu dikembangkan, baik itu sehat secara managemennya alias profesional maupun patuh terhadap aturan yang ada. Karena mau-tidak mau, dengan potensi jumlah SDM di Indonesia yang begitu besar, sektor ini menjadi sangat penting dan krusial," imbuh Dani.
Terlebih, pemerintah juga sudah menyarankan kepada pengusaha, salah satunya untuk mengembangkan sektor BPO ini.
Seperti diketahui, dalam Rakernas HIPMI bulan Maret 2017 yang lalu, Presiden Joko Widodo menargetkan perekonimian Indonesia dapat mencapai 4 besar dunia di tahun 2045. Hal ini perlu didukung oleh adanya peran pengusaha yang seharusnya melirik pada potensi BPO. (rls)