Tampak beberapa penumpang bergegas keluar dari area terminal Rengasdengklok dan merasa kecewa karena dipaksa turun dari angkot oleh tukang ojek dan becak. Sementara, tukang ojek dan becak menawarkan jasa dengan tarif mahal.
*Polisi Tak Bertindak, Dishub Karawang Angkat Tangan
RENGASDENGKLOK, RAKA - Tukang ojek dan becak kembali mangkal di terminal Rengasdengklok, Selasa (15/9), mereka menghentikan setiap angkutan umum yang melaju dari arah Tanjungpura ke Rengasdengklok dan menurunkan semua penumpangnya. Meski ada larangan memfungsikan terminal itu, kedua penarik jasa tersebut tetap nakal. Sementara, polisi tak bertindak dan Dishub angkat tangan.
Dalih ingin mencukupi kebutuhan untuk lebaran keluarganya, tukang ojek dan becak membuat peraturan sendiri, yaitu menurunkan semua penumpang meski jarak yang ditempuh penumpang angkot berjarak sekitar 1 km lagi ke pasar Rengasdengklok. Dengan begitu, penumpang angkot dipaksa naik ojek atau becak ke pasar tersebut dengan tarif relatif mahal, naik sekitar Rp 5.000 hingga Rp 10.000 dibanding hari biasa.
Seperti dipaparkan seorang tukang ojek asal Dusun Pawanda, Desa Medang Asem, Kecamatan Jayakerta, Hendra (26), dia sengaja mangkal di terminal Rengasdengklok untuk mengais keuntungan lebih banyak, karena menjelang lebaran ini tarif ojek sengaja dinaikan untuk pemudik. Diakuinya, dia tidak tahu-menahu tentang kesepakatan ojek dan angkutan umum yang melarang ojek mangkal di terminal, karena dianggap mengganggu kenyamanan penumpang.
Hal senada dikatakan beberapa tukang ojek lainnya, mereka berduyun-duyung meninggalkan tempat mangkalnya di pasar Rengasdengklok dan pindah ke terminal untuk menjemput para pemudik. Meski cara kerja mereka dianggap kasar, tapi hal itu perlu dilakukan, mengingat kebutuhan ekonomi keluarga mereka lebih mendesak. "Kalau tidak mangkal di terminal, kami tidak akan memperoleh penghasilan lebih menjelang lebaran besok," tukas seorang ojek.
Seorang tukang becak warga Dusun Pacing Utara, Desa Dewisari, Timan (42) mengungkapkan, jika becak hanya mangkal di pasar Rengasdengklok, penghasilannya sedikit, tapi jika bisa mendapatkan penumpang di terminal Rengasdengklok, penghasilannya bisa 2 kali lipat. Namun, jika tidak gesit menarik penumpang, maka pulang akan gigit jari. "Kalau tidak gesit menawarkan jasa, maka tidak akan dapat penumpang," ujarnya menceritakan kadang terjadi rebutan penumpang sesama tukang becak yang berujung ricuh.
Aksi tukang becak dan ojek ini tentu tidak disetujui masyarakat, yaitu penumpang angkot dari Tanjungpura. Mereka mengeluhkan pemerintah tidak bisa mengatasi hal ini, karena aksi kedua penarik jasa itu dianggap sangat mengganggu dan kadang membuat naik pitam. Setibanya angkot di depan terminal, ojek dan becak langsung mengarahkan angkot masuk terminal, jika sopir angkot 'ngeyel' dan melewati terminal, maka mobilnya dipukulin dan dihadang.
Setiba di dalam terminal, angkot langsung dikerubuti tukang ojek dan becak, seperti semut mengerubuti sepotong gula jawa. Belum juga penumpang turun, tangan-tangan kedua penarik jasa itu sudah mengambil barang-barang bawaan penumpang di atas dan di pintu angkot, melihat hal itu tak jarang penumpang meneriaki barang bawaannya. Ada juga tukang ojek dan becak yang sudah menawar-nawar ongkos di sela-sela jendela selagi penumpang masih di dalam angkot. Tentu, hal itu membuat penumpang bingung dan merasa tidak nyaman, bagi kaum hawa, colak-colek tangan-tangan kedua penarik jasa itu membuat kesal dan marah.
Selama aksi tersebut berlangsung, polisi dan Dishub tidak ada di lokasi, seolah mereka tidak mau tahu menahu apa yang sedang terjadi di terminal Rengasdengklok, padahal di saat seperti itu, penumpang berharap banyak kepada polisi untuk mengamankan dirinya dari ketidak nyamanan. Terlebih Dishub yang seharunya membuat peraturan jelas tentang transportasi yang nyaman. Warga berharap, ketidak nyamanan ini bisa segera diatasi, apalagi aksi kedua penarik jasa itu terbilang lama, yaitu seminggu sebelum lebaran dan beberapa hari sesudah lebaran. "Keadaan kacau seperti ini kok tidak ada polisi," cetus seorang penumpang dengan nada kesal. (spn)