Timun suri yang masih ditanam dan terlihat seorang petani menyirami tanaman itu sedikit demi sedikit dengan air dari ember.
KARAWANG BARAT, RAKA - Masyarakat dan petani di Kampung Secang, Kelurahan Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat memanfaatkan masa 'gilir giring' atau jadwal pembagian air untuk persawahan dengan menanam timun suri, kacang hijau dan jagung hibrida di area sawah, selama tiga bulan sawah di kelurahan ini dikeringkan sesuai jadwal 'gilir giring'.
Namun begitu, petani palawija ini mengalami kendala mengairi tanamannya, karena janji mesin pompa untuk kelompok tani setempat belum kunjung direalisasikan. Selama ini, petani timun suri, kacang hijau dan jagung menyiram tanaman mereka secara manual, yaitu dengan mengambil air sumur yang lokasinya jauh dari tanaman mereka. Harusnya, petani palawija ini tidak repot bulak-balik ngambil air pakai ember, jika pemerintah memberikan mesin pompa air untuk kelompok tani, seperti yang telah dijanjikan.
Seperti dikatakan Ketua Kelompok Tani Margahayu III, Kelurahan Mekarjati, Karawang Barat, Ujang Suwarya kepada RAKA, Selasa (1/9) sore, masyarakat dan petani padi memanfaatkan lahan molor yang dikeringkan selama tiga bulan dengan menanam jagung hibrida, timun suri dan kacang hijau. "Dinas Pertanian harus buka mata melihat kegiatan masyarakat dan petani di sini, mereka mampu memanfaatkan masa kering dengan menanam palawija. Untuk itu, Dinas Pertanian Karawang harus bisa mendukung petani ini," ujarnya.
Pada masa 'gilir giring' ini, Ujang Suwarya memberi contoh pada semua petani untuk memanfaatkan masa pengeringan lahan sawah dengan menanam jagung hibrida. Selain anjuran Bupati Karawang, tanam jagung seluas 3,5 hektar di Kelurahan Mekarjati ini berdasarkan gagasan HMPP (Himpunan Masyarakat Peduli Pertanian) yang diketuai Haryono BSC.
Sampai kemarin, jagung yang telah ditanamnya telah berumur 43 hari, masa panen jagung adalah tiga bulan. Untuk mengairi 3,5 hektar area tanaman jagung, petani harus mencapai air sungai sejauh 600 meter. Dengan begitu, berulang kali masyarakat meminta pompa yang dijanjikan pemerintah untuk segera diturunkan di Kampung Secang.
Pompa air yang dijanjikan akan dimiliki Kelompok Tani Margahayu III adalah pompa air 3 inch, model WB 30 XT dengan harga sekitar Rp 3,5 juta per buah. Jika pompa ini diturunkan, petani palawija tidak lagi harus memikul air dalam ember untuk menyiram garapan mereka. "Jaman sudah modern, tapi pekerjaan petani masih tetap manual, menjinjing air di ember dengan jarak yang cukup jauh," ujarnya.
Mengomentari petani yang dianggap terpinggirkan, Ujang menyatakan itu tidak tepat, karena sebenarnya petani sekarang sudah sejahtera dengan penghasilan sekitar 6 ton/hektar atau sekitar Rp 15 juta, mereka sudah menghasilkan padi yang luar biasa bagus. Rp 15 juta itu dibagi dua dengan pemilik sawah, masing-masing dapat 7,5 juta. Namun, untuk petani penggarap Rp 7,5 juta itu dipotong biaya garap sekitar Rp 4 juta, jadi petani penggarap sudah mengantongi Rp 3,5 juta per musim. Itu jika dikerjakan sendiri, kalau tidak dikerjakan sendiri biaya garap mencapai Rp 5 juta. (spn)