• Jelajahi

    Copyright © KarawangNews.com - Pelopor Media Online di Karawang
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Warga yang tak Terdaftar dalam DPT, Boleh Contreng Pakai KTP

    Selasa, 07 Juli 2009

    Megawati Soekarnoputri dan Prabowo di Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin.
     
     
    MK Batalkan Ketentuan Pemilih Harus Tercatat di DPT
    KARAWANG NEWS - Dua hari menjelang pemilihan presiden (pilpres), Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan yang akan mengubah secara drastis ketentuan bagi para pemilih. Salah satu putusan penting itu menyebutkan, warga yang tak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pilpres bisa tetap menggunakan hak pilihnya dengan memakai KTP atau paspor.
     
    Sebelumnya, berdasar ketentuan UU Pilpres No 42 Tahun 2008, pemilih pilpres adalah warga yang namanya terdata dalam DPT. Hal itu tercantum dalam pasal 28 dan pasal 111 ayat 1. Pasal 28 menyatakan, warga yang ingin menggunakan hak pilih harus terdaftar sebagai pemilih. Berdasar pasal 111 ayat 1 huruf a, pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara adalah yang terdaftar dalam DPT tiap TPS. Atau, ketentuan pasal 111 ayat 1 huruf b, yakni yang terdaftar di DPT tambahan.
     
    Dua pasal itulah yang dibatalkan MK dalam sidang kemarin sore. Selanjutnya, pemilih yang namanya tak terdaftar dalam DPT boleh menggunakan KTP dan paspor. ''Bahwa hak pilih seseorang adalah hak konstitusional yang tidak bisa dilanggar ketentuan administratif,'' kata Ketua MK Mahfud M.D. dalam pembacaan putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta, kemarin.
     
    Permohonan uji materiil pasal pembatasan hak pemilih itu diajukan oleh Refli Harun, peneliti Centre for Electoral Reform, dan Maheswara Prabandono, advokat. Keduanya memosisikan warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu legislatif 9 April 2009.
     
    Dalam amar putusannya, MK memutus bahwa ada sejumlah ketentuan terkait dengan penggunaan KTP dan paspor. Warga negara Indonesia yang belum mendaftar dan terdaftar sebagai pemilih bisa menggunakan KTP bagi WNI yang tinggal di Indonesia atau paspor bagi WNI yang berada di luar negeri. ''Untuk KTP, harus dilengkapi KK (kartu keluarga) atau dokumen lain,'' jelasnya.
     
    Selanjutnya, KTP yang dimiliki tidak sembarangan bisa digunakan WNI. Mahfud menyatakan, pemilih yang belum terdaftar harus menggunakan KTP-nya sesuai alamat RT dan RW yang tertera (baca grafis).
     
    Pada ketentuan lain, sebelum menggunakan hak pilih, MK memutus bahwa pemilih yang belum terdata dalam DPT harus mendaftar dulu melalui kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) setempat. ''Pendaftaran menggunakan KTP atau paspor baru dilakukan sejam sebelum pemungutan suara berakhir,'' ungkapnya membacakan putusan.
     
    Mengapa MK membatalkan ketentuan kewajiban terdaftar sebagai pemilih itu? Hakim konstitusi dalam pembacaan pendapat MK menyatakan, hak memilih merupakan hak konstitusional warga (rights to vote). Hal itu telah tercantum dalam pasal 27 ayat 1 dan pasal 28C ayat 2 UUD 1945. ''Pembatasan atau peniadaan hak memilih adalah pelanggaran HAM,'' tegas Arsyad Sanusi, salah seorang hakim MK, yang membacakan putusan kemarin.
     
    Terlebih, ketentuan konstitusi telah menyebutkan bahwa WNI yang berusia 17 tahun atau telah menikah memiliki hak memilih dan dipilih. Pasal 28 dan pasal 111 ayat 1 dalam UU No 42 Tahun 2008 tersebut merupakan sebuah aturan administratif yang bersifat menghambat hak pilih. ''Padahal, hak pilih seseorang tidak bisa dihambat oleh batasan aturan atau ketentuan administratif,'' ujarnya.
     
    MK menimbang bahwa hak pilih merupakan ketentuan konstitusi. Diperlukan sebuah solusi, sehingga penggunaannya tidak dihalangi. ''Penggunaan KTP dan paspor merupakan satu alternatif,'' kata Arsyad.
     
    Namun, ketentuan tersebut tidak bisa dibentuk dalam peraturan KPU. ''MK juga menilai ketentuan tersebut tidak bisa dibentuk dalam sebuah perppu, mengingat hal itu berpotensi dibatalkan dalam political review di DPR,'' jelasnya.
     
    Karena itulah, demi keadilan, MK langsung menetapkan sejumlah ketentuan terkait dengan penggunaan KTP dan paspor untuk pemilu tersebut. ''Ketentuan ini bisa langsung dilaksanakan KPU selaku penyelenggara pemilu sesuai putusan MK yang bersifat self executing,'' tuturnya.
     
    Sidang MK terkait dengan uji materiil pembatasan terhadap pemilih itu berlangsung cepat. Sidang perdana dimulai pukul 10.00 kemarin. Pukul 17.00, MK langsung menetapkan putusan.
     
    Arsyad menegaskan, ketentuan itu bisa dilakukan MK sebagaimana tercantum dalam pasal 45 ayat 9 UU MK. ''Mengingat urgensi putusan ini, MK melakukan sidang cepat,'' ungkapnya.
     
    KPU Langsung Pleno
    Beberapa jam setelah putusan MK, KPU langsung menggelar pleno atas penetapan diperbolehkannya KTP dalam pemungutan suara pilpres. Hasilnya, KPU melakukan sejumlah modifikasi atas putusan MK tersebut.
     
    Dalam salah satu ketentuan MK, pemilih dengan KTP atau paspor diperbolehkan mendaftar di KPPS atau KPPS LN (luar negeri) satu jam sebelum pemungutan suara usai. Anggota KPU Andi Nurpati saat membacakan hasil pleno menyatakan, pendaftar KTP bisa mendaftar pada saat pagi. "Ini supaya petugas memiliki data berapa jumlah pendaftar KTP dalam satu RW," kata Andi.
     
    Meski begitu, untuk memberikan hak pilihnya, KPU tetap berpedoman pada putusan MK. Yakni, pemilih dengan KTP dan paspor diperbolehkan menggunakan hak pilih satu jam sebelum pemungutan usai. "Yakni, pukul 12.00 waktu setempat," kata Andi. Untuk kartu keluarga, KPU juga meminta pemilih menyertakan KK asli saat didaftarkan ke KPPS.
     
    Surat suara yang digunakan pemilih dengan KTP dan paspor adalah surat suara tambahan. Jumlahnya dua persen dari total pemilih di satu TPS. Selain itu, bisa digunakan surat suara pemilih dari DPT. Syaratnya, pemilih dalam DPT itu memang tidak menggunakan hak pilih.
     
    Bagaimana jika surat suara di satu TPS habis? Andi menyatakan, itulah gunanya pemilih dengan KTP atau paspor mendaftar pada pagi hari. Petugas KPPS di TPS bisa berkoordinasi dengan TPS lain, untuk memeratakan jumlah pemilih di satu RW. Jika masih kekurangan, KPPS bisa mengamblil surat suara di RW lain asal dalam satu desa. "Pengambilan itu dengan berita acara yang diketahui petugas PPS (panitia pemungutan suara)," terangnya.
     
    Andi menegaskan, KPU telah menghubungi KPU Provinsi untuk menyosialisasikan perubahan ini. KPU berencana hari ini menyebarkan surat edaran terkait perubahan teknis pemilih berdasar putusan MK tersebut. Diharapkan KPU kabupaten/kota segera meresponsnya kepada panitia pemilihan kecamatan (PPK). "Harapannya, besok (hari ini) KPU kabupaten/kota sudah mengundang PPK untuk sosialisasi," kata Andi.
     
    Namun, ada satu ganjalan yang dia rasakan. Andi berharap peserta pilpres juga bisa menyosialisasikannya kepada kader di daerah. Sebab, hal itu penting demi penyamaan persepsi putusan MK. "Jika saat pemungutan, saksi belum paham, itu bisa ribut nanti. Harapan kami, ini juga tersosialisasi ke semuanya," tandasnya.
     
    SBY Mengaku Plong
    Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut bersyukur atas keputusan MK yang memperbolehkan penggunaan KTP sebagai identitas pemilih yang tak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT). Dia berharap keputusan itu memupus tuduhan adanya kecurangan pemilu yang diarahkan kepada kubunya.
     
    "Saya sangat bersyukur. Saya merasa sangat lega. Karena apa, (karena) saya ingin pemilu baik pemilu legislatif maupun pilpers ini benar-benar berlangsung langsung umum bebas dan rahasia, jujur dan adil, aman, tertib, dan lancar," kata SBY di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, tadi malam (6/7). SBY juga meminta pemda ikut membantu KPUD melaksanakan keputusan itu.
     
    SBY merasa perlu ikut berkomentar mengenai keputusan tersebut setelah kedua pasang kandidat lain memperjuangkan penggunaan KTP tersebut, terutama dalam dua hari terakhir. "Kedua capres yang lain, Pak Jusuf Kalla dan Ibu Megawati Soekarnoputri, juga secara aktif dalam gerakan politik pada dua hari ini. Dengan demikian, tidak keliru kalau malam ini pun saya memberikan statemen, menyampaikan pandangan, merespons segala sesuatunya," katanya.
     
    SBY mengatakan tetap berkeinginan agar pemilu diselenggarakan dengan adil. Dia kembali menegaskan tidak ingin mengulang apa yang dia alami pada 2004. Kala itu dia mengklaim banyak terjadi ketidaknetralan sejumlah lembaga negara. "Saya sungguh ingin apa yang saya alami pada 2004 tidak terjadi pada 2009 ini," ujarnya.
     
    Mengenai tuduhan kecurangan, dia mengatakan, hal itu menyakitkan dan menjadi beban baginya. SBY menambahkan, dengan adanya keputusan MK, dia merasa lepas dari masalah DPT yang sangat menghantuinya. "Dengan adanya keputusan MK, sesuatu yang sangat menghantui kita menjadi lepas. Ini sungguh jalan keluar," katanya.
     
    Dia juga tetap beranggapan bahwa masalah DPT merupakan tanggung jawab KPU. Semua hak politik rakyat juga harus terus dilindungi. "Kalau dia memiliki hak pilih, tidak bisa memilih, tentu kesalahan dalam penyelengaraan pemilu ini, dan UU telah mengatur. KPU di sini memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang luas," kata SBY.
     
    Hingga sore sebelum sidang MK, kubu SBY-Boediono masih menjadi satu-satunya pasangan yang menolak usul pemberlakuan KTP. "Tidak ada jaminan dengan KTP kecurangan dapat dihapus," kritik anggota Timkamnas SBY-Boediono, Hayono Isman, di sela rapat koordinasi persiapan pilpres, di gedung MK kemarin.
     
    Dia menyatakan, tanda tinta pemilu setelah memilih bisa dimanipulasi. Sebab, menurut Hayono, teknologi sudah berkembang sedemikian pesat. "Lantas siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada orang yang memilih di dua tempat berbeda?" gugatnya.
     
    Menurut dia, seluruh pihak lebih baik tetap percaya dengan kinerja KPU. Bahwa penyelenggara pemilu tersebut telah berkomitmen memperbaiki DPT yang ada. "Jangan sampai keputusan MK malah kontraproduktif," tegas anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut. (jawapos)
    Kolom netizen

    Buka kolom netizen

    Lentera Islam


    Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153)

    Berita Terbaru

    lingkungan

    +