KARAWANG NEWS - Meski DSP (Dana Sumbangan Pembangunan) SMAN digratiskan, tapi tetap saja ada sekolah-sekolah yang sengaja memperketat PSB (Penerimaan Siswa Baru) dengan dalih kelebihan siswa dan nilai yang tidak memadai, tapi kenyataannya itu hanya sebuah trik model pungutan yang dilakukan sekolah kepada orang tua siswa.
Demikian dikatakan anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Karawang, H. Tono Bahtiar, Minggu (12/7) siang. Kata dia, Pemda Karawang sudah menganggarkan APBN 23 persen untuk pendidikan, persentase itu melebihi anggaran pemerintah pusat sebesar 20 persen. Namun begitu, realitas yang saat ini ada beberapa sekolah yang melakukan pungutan dengan model baru.
"Saya akan membawa beberapa kasus tentang PSB ini dan menyelesaikannya. Kita semua tahu sekolah gratis, tapi kenyataannya malah tidak gratis, dalihnya banyak, diantaranya kekurngan gedung dan mebeler, padahal pemda sudah anggarkan dana untuk pembangunan sekolah," ucapnya.
Dijelaskannya, pungutan DSP itu dilakukan dengan sengaja, diantaranya dengan memperketat PSB sehingga sejumlah siswa tidak diterima masuk sekolah kecuali melalui kesepakatan dengan pihak sekolah. Diakui Tono, dia bersama Ormas (Organisasi masyarakat) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) menemukan beberapa bukti tersebut, Ormas dan LSM ini akan menyisir SMAN dan kejuruan lainnya untuk kemudian melaporkan temuan ini ke Disdikpora (Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga) Kabupaten Karawang.
Berulang kali Tono menyatakan penyesalannya kepada sekolah yang sengaja mempersulit lulusan SDN yang masuk SMPN dan SMPN masuk SMAN. Apalagi siswa yang akan melanjutkan itu dari kalangan keluarga yang ekonominya lemah, tapi mereka punya semangat kuat untuk mengenyam pendidikan. "Ada anak hansip ingin melanjutkan ke SMAN, tapi malah tidak diterima, padahal untuk mendapatkan perlengkapan sekolah itu hasil jerih payah 'ngasag' padi di sawah, mereka kecewa ketika ada pengumuman masuk sekolah gratis, tapi kenyataannya harus pakai uang," jelasnya.
Dia berharap, berapapun juga lulusan SMPN harusnya diterima di SMAN, karena jika tidak menerima berarti menghambat program pendidikan pemerintah pusat yang sudah menggratiskan biaya pendidikan SDN, SMPN dan SMAN. Pada kasus PSB tahun ini, dia melihat masuk sekolah yang seharusnya gratis tapi pendaftarannya masih dihambat dengan pungutan. Kata dia, jika memang sekolah itu benar-benar kelebihan siswa baru, alangkah baiknya dibuka kelas sore.
Jika sekolah tetap saja melakukan model pungutan baru yang memberatkan masyarakat, ini sangat tidak relavan disaat pemerintah telah menunjang gaji para guru. "Jangan bikin masalah baru lagi, karena pendidikan sudah dijamin pemerintah, jika ada sekolah yang menghambat pendidikan dengan dalih nilai dan ruang kelas kurang, itu sama saja tidak mendukung program pemerintah dan hanya bikin masalah dengan pemerintah," ujarnya.
Kalau memang gedung masih kurang, tandasnya, ajukan ke Pemda Karawang dan DPRD, maka pemerintah dan dewan akan merealisasikan keinginan sekolah yang harus segera dipenuhi. "Saya bangga dengan tingginya minat pendidikan pada anak-anak sekolah lulusan SD, SMP dan SMA. Jika orang tua siswa saat ini hanya sebagai nelayan, mudah-mudahan anaknya bisa jadi pelaut dengan gelar tinggi, tapi kalau anak itu tidak sekolah lalu mau jadi apa lagi," kata Tono geram kepada sekolah yang seolah meluluh lantakan niat siswa yang ingin melanjutkan pendidikan.
Untuk mengatasi hal itu, Tono bersama DPRD Karawang, akan berusaha membuat SMPN kelas jauh di gedung SDN, juga akan membuat SMAN kelas jauh di gedung SMPN, yang nantinya akan berdiri SMAN-SMAN di tiap kecamatan untuk mempermudah lulusan SMPN masuk sekolah lagi. "Saya akan membuat konsep itu, di SD itu ada SMP juga di SMP ada SMA, jadi persoalan yang terjadi sekarang tidak akan terjadi lagi nanti, doakan saja," paparnya. (*)