KUTAWALUYA, RAKA - Ratusan hektar sawah di Desa Mulyajaya, Kecamatan Kutawaluya gagal panen akibat hama tikus. Perhektar sawah kini hanya bisa dituai sekitar 2-5 kwintal. Beda dengan panen sebelumnya yang bisa memproduksi hingga 5-6 ton/hektar. Padahal, bibit padi di desa ini menggunakan hibrida dan ciherang pemberian dari pemerintah.
Seorang petani, Nian (45) warga Dusun Cibanteng II, RT 05/02, mengatakan, sawahnya habis tak bisa diproduksi, sebanyak 2,5 hektar sawah garapannya cuma bisa diambil padinya sebanyak 5 kwintal. "Ini akibat hama tikus dan sundep, sekarang sekarang sudah mulai bercocok tanam lagi, tapi tidak mau menggunakan bibit dari pemerintah," ujarnya.
Hal senada diungkapkan petani lainnya, Jaenal (49), RT 07/02, dia menggarap 1 hektar sawah dan hanya bisa dipanen 6 kwintal. Memang pada saat musim tanam beberapa waktu lalu, sudah terlihat tanda-tanda kerusakan tanaman, tapi hingga panen tiba, kerusakan itu tidak bisa diperbaiki. Begitupun yang dialami Warsa (50), satu hektar sawahnya hanya mendapat padi segar sebanyak dua kwintal. "Padahal, panen musim lalu bagus, satu hektar bisa mencapai 5-6 ton," ujarnya.
Diketahui, pada saat musim tanam lahan sawah di desa ini terendam air hujan. Dan sawah yang rusak ini tidak bisa ditolong sejak awal tanam, meski para petani telah berupaya memupuk dan menaburkan obat anti hama. Hujan yang mengguyur beberapa bulan lalu menjadi penyebab rusaknya sawah di desa ini. "Pokoknya, satu desa ini gagal panen," kata Warsa.
Akibat gagal panen ini, petani padi di Desa Mulyajaya hanya bisa pasrah, mereka kemudian kembali tandur dengan menggunakan bibit selain hibrida, mereka mengaku kecewa hasil jenis padi yang mereka tanam tidak sesuai dengan yang dijanjikan. "Akibatnya petani rugi jutaan rupiah, karena biaya pemeliharaan tanaman padi ditanggung petani," ucapnya. (spn)
Seorang petani, Nian (45) warga Dusun Cibanteng II, RT 05/02, mengatakan, sawahnya habis tak bisa diproduksi, sebanyak 2,5 hektar sawah garapannya cuma bisa diambil padinya sebanyak 5 kwintal. "Ini akibat hama tikus dan sundep, sekarang sekarang sudah mulai bercocok tanam lagi, tapi tidak mau menggunakan bibit dari pemerintah," ujarnya.
Hal senada diungkapkan petani lainnya, Jaenal (49), RT 07/02, dia menggarap 1 hektar sawah dan hanya bisa dipanen 6 kwintal. Memang pada saat musim tanam beberapa waktu lalu, sudah terlihat tanda-tanda kerusakan tanaman, tapi hingga panen tiba, kerusakan itu tidak bisa diperbaiki. Begitupun yang dialami Warsa (50), satu hektar sawahnya hanya mendapat padi segar sebanyak dua kwintal. "Padahal, panen musim lalu bagus, satu hektar bisa mencapai 5-6 ton," ujarnya.
Diketahui, pada saat musim tanam lahan sawah di desa ini terendam air hujan. Dan sawah yang rusak ini tidak bisa ditolong sejak awal tanam, meski para petani telah berupaya memupuk dan menaburkan obat anti hama. Hujan yang mengguyur beberapa bulan lalu menjadi penyebab rusaknya sawah di desa ini. "Pokoknya, satu desa ini gagal panen," kata Warsa.
Akibat gagal panen ini, petani padi di Desa Mulyajaya hanya bisa pasrah, mereka kemudian kembali tandur dengan menggunakan bibit selain hibrida, mereka mengaku kecewa hasil jenis padi yang mereka tanam tidak sesuai dengan yang dijanjikan. "Akibatnya petani rugi jutaan rupiah, karena biaya pemeliharaan tanaman padi ditanggung petani," ucapnya. (spn)