"Selama kerja sejak Februari 2009 lalu, hingga kini honor saya belum dibayar. Bahkan jumlah honor pun belum jelas, apalagi kenaikn upah. Sedangkan kerja hampir setiap hari dan kewajiban sudah dilaksanakan. Saya minta honor dari PSDA (Pengelola Sumber Daya Air) minta dibayarkan, tolong pihak PJT II harus bertindak, karena pada awalnya ada MoU dengan PSDA," kata pengawai PSDA, Agus (33) warga Kelurahan Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat, kepada RAKA, kemarin.
Dia bahkan memplesetkan istilah PSDA jadi 'Pagawean Seueur Duitna Alit'. Diakuinya, selain dia banyak rekannya sebanyak 400-an orang yang senasib. Hingga kini, rekan dia pun menuntut untuk memperoleh pembayaran. Jika hal ini tidak segera direalisasikan maka dia dan rekannya akan menuntut PSDA ke jalur hukum. Kata Agus, dia telah bekerja sebagai 'waker' sejak tahun 2007, saat itu pembayarannya lancar, meski dibayar tidak tepat tanggalnya. Namun, sejak Februari 2009, honornya mandeg.
"Tolong kepalaPSDA untuk memperhatikan kami, karena kami punya perut dan anak istri. Banyak juga rekan kami yang senasib. Kalau honor kami tidak dibayar, maka akan sangat sulit bagi kami untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Yang lebih malu, kami punya banyak hutang ke warung sembako untuk menutupi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Sedangkan kerja terus dituntut sejak Senin hingga Rabu untuk membabat rumput di sepanjang saluran air. Pada hari Kamis, pekerja ini merawat pintu-pintu air supaya aset PSDA tidak rusak. "Kami bekerja 24 jam, kalau petani kekurangan air, kami pun terpaksa membuka pintu air meski malam hari, kapan pun kami selalu melayani petani jika mereka membutuhkan air, tapi kami seolah diabaikan dan tidak diperhatikan. Padahal kami memegang surat keputusan presiden dan menteri, termasuk gubernur. Waker Bina Marga saja sanggup digaji Pemda Karawang, sedangkan PSDA sendiri yang anggarannya dari APBN malah memble," ungkapnya. (spn)