TIRTAJAYA, RAKA - Jika ada warga yang tetap mendirikan rumah di pesisir pantai Dusun Sarakan, Desa Tambaksari maka kecamatan dan aparat desa yang akan menggusur. Demikian tandas Camat Tirtajaya, Drs. H. Wawan Setiawan kepada RAKA, Selasa (7/4) siang di tempat kerjanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah meminta supaya 44 KK (kepala keluarga) Dusun Sarakan memanfaatkan lahan relokasi, karena relokasi ini bukan sekedar keinginan pemerintah, tapi merupakan kesepekatan bersama antara warga setempat, BPD dan muspika Tirtajaya. "Masyarakat harus komitmen dengan apa yang telah disepakati, jangan sampai kedepannya ada permasalahan lagi soal pemukiman mereka dan lempar tangggungjawab. Setelah kita berhasil membangun lahan relokasi, langkah kedua kita akan mengundang warga sarakan untuk menanyakan kendala mereka (kenyamanan bermukim di tanah relokasi, red)," ujarnya.
Kata camat, pemerintah sudah berusaha maksimal membantu warga Sarakan. Meski kondisi relokasi banyak kekurangan, setidaknya bisa lebih membuat warga nyaman dibanding menetap di bibir pantai yang kerap dihamipiri bahaya banjir air pasang laut hampir setiap waktu. Dan di lokasi relokasi, sedikitnya terdapat tiga rumah telah berdiri, selebihnya telah lebih dahulu mendirikan rumah di lahan berbeda, ada juga yang mendirikan rumah di antara sela-sela pepohonan bakau sepanjang saluran pembuang Sarakan.
Diketahui, warga Sarakan sempat dilanda musibah banjir air pasang laut dan menenggelamkan 44 KK setempat. Kemudian mereka meminta bantun pada Camat Wawan untuk minta relokasi lahan baru untuk pemukiman mereka yang lebih aman. Lalu, camat berusaha membantu dengan mengarug pinggiran saluran pembuang Sarakan dengan tanah sungai yang dikeruk dengan biaya sebesar Rp 107 juta-an dari APBD. "Sebenarnya ketinggian tanah masih kurang, tapi memang tanahnya sudah habis, tapi secara teori kalau terjadi air pasang laut pemukiman baru aman," ujarnya.
Di relokasi lahan pemukiman, seorang warga yang sudah dua minggu menetap di rumah barunya, Duloh dan istrinya Kasnah mengatakan, tanah relokasi ini memang kurang tinggi karena amblas akibat tanahnya lembek. Dengan begitu, sebelum mendirikan rumahnya, dia mengarug tanah itu dengan pasir laut ditambah karung-karung pasir. Meski begitu, ayah lima anak ini bersyukur telah memiliki lokasi rumah yang lebih aman dibanding lokasi sebelumnya di bibir pantai. Untuk membangun rumah, Duloh merogoh kocek sekitar Rp 2 juta untuk membeli 'bilik', sedangkan balok-balok lainnya masih dia gunakan dari rumah lama. "Lokasinya sudah nyaman, tinggal berbenah saja," ujarnya sambil memplester lantai rumahnya. (spn)
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah meminta supaya 44 KK (kepala keluarga) Dusun Sarakan memanfaatkan lahan relokasi, karena relokasi ini bukan sekedar keinginan pemerintah, tapi merupakan kesepekatan bersama antara warga setempat, BPD dan muspika Tirtajaya. "Masyarakat harus komitmen dengan apa yang telah disepakati, jangan sampai kedepannya ada permasalahan lagi soal pemukiman mereka dan lempar tangggungjawab. Setelah kita berhasil membangun lahan relokasi, langkah kedua kita akan mengundang warga sarakan untuk menanyakan kendala mereka (kenyamanan bermukim di tanah relokasi, red)," ujarnya.
Kata camat, pemerintah sudah berusaha maksimal membantu warga Sarakan. Meski kondisi relokasi banyak kekurangan, setidaknya bisa lebih membuat warga nyaman dibanding menetap di bibir pantai yang kerap dihamipiri bahaya banjir air pasang laut hampir setiap waktu. Dan di lokasi relokasi, sedikitnya terdapat tiga rumah telah berdiri, selebihnya telah lebih dahulu mendirikan rumah di lahan berbeda, ada juga yang mendirikan rumah di antara sela-sela pepohonan bakau sepanjang saluran pembuang Sarakan.
Diketahui, warga Sarakan sempat dilanda musibah banjir air pasang laut dan menenggelamkan 44 KK setempat. Kemudian mereka meminta bantun pada Camat Wawan untuk minta relokasi lahan baru untuk pemukiman mereka yang lebih aman. Lalu, camat berusaha membantu dengan mengarug pinggiran saluran pembuang Sarakan dengan tanah sungai yang dikeruk dengan biaya sebesar Rp 107 juta-an dari APBD. "Sebenarnya ketinggian tanah masih kurang, tapi memang tanahnya sudah habis, tapi secara teori kalau terjadi air pasang laut pemukiman baru aman," ujarnya.
Di relokasi lahan pemukiman, seorang warga yang sudah dua minggu menetap di rumah barunya, Duloh dan istrinya Kasnah mengatakan, tanah relokasi ini memang kurang tinggi karena amblas akibat tanahnya lembek. Dengan begitu, sebelum mendirikan rumahnya, dia mengarug tanah itu dengan pasir laut ditambah karung-karung pasir. Meski begitu, ayah lima anak ini bersyukur telah memiliki lokasi rumah yang lebih aman dibanding lokasi sebelumnya di bibir pantai. Untuk membangun rumah, Duloh merogoh kocek sekitar Rp 2 juta untuk membeli 'bilik', sedangkan balok-balok lainnya masih dia gunakan dari rumah lama. "Lokasinya sudah nyaman, tinggal berbenah saja," ujarnya sambil memplester lantai rumahnya. (spn)