RENGASDENGKLOK, RAKA - Bukan PKL (Pedagang Kaki Lima) jika tidak berjualan di pinggiran jalan raya. Meski keberadaan mereka mengganggu pengguna jalan, para PKL menganggap tuntutan ekonomi lebih penting, meski mereka harus selalu berhadapan dengan Sat Pol PP.
Seperti diungkapkan pedagang buahan, Amirul Falah (35), keberadaannya di atas trotar jalan bukan suatu hambatan, tapi kemudahan bagi masyarakat yang akan membeli buah-buahan. "Setiap hari kan saya pajaknya, jadi kami berhak jualan disini," ucapnya saat ditemui RAKA, Minggu (19/4) siang, sambil melayani pembeli.
Sementara itu, keberadaan pedagang di sepanjang jalan pun menguntungkan tukang parkir. Satu motor di tarif Rp 1000 dan para tukang parkir ini telah mengantongi ijin perparkiran. Selain tukang parkir yang resmi, yang ilegal pun banyak dan hampir ada di sepanjang jalan. "Kalau tidak dirapihkan, akan semakin macet," kata Wawan, tukang parkir di depan Shelby Plasa.
Di tempat terpisah, sesepuh Rengasdengklok, Yahya mengatakan, kota Proklamasi ini masih perlu penataan infrastrukturnya, artinya menata ruang Kota Rengasdengklok supaya lebih baik. Menurutnya, Kota Rengasdengklok jangan keterusan semerawut seperti sekarang, harus ada penataan, diantaranya tentang relokasi pasar. Pembangunan relokasi pasar Dengklok ini harus mendapat kesepakatan bersama, antara pemerintah dan pelaku usaha.
Dan ekonomi kerakyatan tetap harus berjalan, kata Yahya, terutama untuk memakmurkan para pedagang di Pasar Rengasdengklok. Kata dia, memang harusnya pasar Dengklok punya lembaga keuangan sendiri, jangan sampai rentenir menguasai pedagang. Jika ekonomi kerakyatan ini bisa berjalana baik, semua elemen termasuk pengangguran bisa usaha, apalagi mencari lepangan pekerjaan saat ini sulit. Saat ini ekonomi kerakyatan memang sudah berjalan, tapi diharap bisa lebih berkembang lagi melalui bank pasar yaitu di pasar ini harus ada lembaga keuangan yang dikelola oleh pemerintah daerah, supaya pedagang tidak terjerat rentenir. (spn)