JAYAKERTA, RAKA - Sedikitnya 30 hektar hasil panen padi di Dusun Pawanda, Desa Medang Asem, Kecamatan Jayakerta tidak bisa dijual. Pasalnya, petani menuai padi dalam keadaan basah akibat sawah mereka terendam air hujan. Bahkan, mereka pun sulit mengarit batang padi dengan kondisi sawah berlumpur selutut.
Seperti diungkapkan petani asal Kampung Karang Anyar RT 13, desa setempat, Idi (50). Harusnya beberapa hektar sawah bisa dipanen tiga hari, tapi karena banjir, hingga seminggu ini petani masih berusaha menuai padi. "Banjir ini akibat saluran air kecilnya dari Desa Mudang Asem menuju Desa Dewisari, Kecamatan Rengasdengklok tidak lancar. Hujan yang mengguyur beberapa hari kemarin tidak bisa surut dan akhirnya merendam sawah," ujarnya.
Diakuinya, untuk mengeringkan padi yang basah membutuhkan waktu selama dua hari jika cuacanya panas, jika cuaca hujan maka akan membutuhkan waktu lebih dari dua hari. Genangan air yang merendam sawah, kata Idi, menyulitkan petani 'mengarit' (menuai batang padi, red). Untuk mengangkat padi, petani menggunakan alat pelampung dari batang pohon pisang yang diikat dan kemudian diseret ke pematang sawah yang dianggap kering.
Kendati demikian, hasil panen di sawah ini terbilang standar, hanya 4 ton/hektar. Tentunya setelah padi mengering usai dijemur, harga pun akan anjlok. "Sekarang tidak ada pabrik yang mau beli padi basah seperti ini, harus dijemur dulu. Saya harap pemerintah bisa memperbaiki saluran air sawah ini supaya tidak banjir," ujarnya. (spn)