Jalan di Desa Rengasdengklok Selatan hancur akibat direndam banjir berhari-hari.
RENGASDENGKLOK, RAKA - Banjir, bagi masyarakat kini dianggap sebagai virus, mereka yang sering kebanjiran setiap tahun selalu merasa was-was ketika hujan mengguyur lebat. Selama ini, banjir telah banyak menyengsarakan warga, bahkan diantaranya harus rutin tidur di tenda pengungsian selama sebulan bahkan lebih dalam satu tahun.
Hasil pantauan RAKA sepekan ini, banjir ini telah merusak lahan persawahan dan pertambakan milik warga, fasilitas umum, jalan raya, gedung sekolah, dan rumah-rumah. Seperti banjir di Dusun Sinar Sari, Desa Kalangsari, Kecamatan Rengasdengklok, puluhan rumah ditinggalkan pemiliknya, karena banjir tidak bisa surut cepat. Di Desa Tambaksumur, Kecamatan Tirtajaya, banjir telah memutuskan jalan dan melumpuhkan aktivitas warga setempat, sekolah SD diliburkan karena kelasnya terendam banjir.
Di dua desa yang saling berbatasan, antara Desa Kertasari dan Desa Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok, banjir sudah dianggap warga setempat sebagai petaka dan parcel yang selalu mereka terima setiap tahun. Hingga berita ini diturunkan, di dua desa itu terdapat ratusan rumah yang masih terendam hingga sedada orang dewasa. Karena sudah dianggap banjir rutin, pada awal hujan turun beberapa waktu lalu, warga sudah antisipasi menyambut banjir, mereka telah mendirikan tenda-tenda pengungsian di badan jalan raya yang lebih tinggi, sebelum air merendam rumah-rumah.
Di Desa Cikande, Kecamatan Cilebar, warga setempat sudah mengetahui jika banjir akan terjadi dari luapan Saluran Ciwadas. Saluran air ini meluap hingga menenggelamkan ratusan hektar sawah juga pemukiman setempat yang berdekakatan dengan saluran tersebut. Bahkan jalur jalan menuju desa ini pun terputus akibat air mengalir deras memotong jalan raya.
Banjir yang terjadi di beberapa kecamatan ini akibat saluran air yang tidak mampu menampung curah hujan. Ketika hujan deras, saluran itu meluap dan tidak mampu mengalirkan airnya ke tempat yang lebih rendah, ini disebabkan saluran itu terlalu banyak endapan lumpur, salurannya sempit imbas dari pembangunan rumah-rumah dan warung-warung kecil yang berdiri diatasnya, sehingga saluran air itu rusak.
Beberapa warga yang kebanjiran menyatakan, mereka tidak bisa berbuat banyak ketika air sudah menggenangi jalan-jalan dan rumah mereka. Tidak ada yang bisa mereka salahkan kecuali menerima keadaan tersebut. Kendati demikian, bahasa miring warga selalu mengarah pada saluran air yang kurang baik, karena jika saluran air lancar, setidaknya banjir bisa diminimalisir.
"Banjir ini terjadi setelah saluran-saluran air hilang oleh bangunan-bangunan pabrik dan rumah. Harusnya pemerintah lebih memperhatikan saluran air dibanding perbaikan jalan raya," kata Aan (34) warga RT 07/10, Desa Rengasdengklok Utara yang kini rumahnya masih terendam banjir. (spn)